TUGAS
KEBIJAKAN PERTANAHAN
“Pertanahan dan
Permasalahannya.”
Oleh:
NAMA :
AMBROSIUS DEAN PERWIRA
NPP : 24. 1292
KELAS : A 4
INSTITUT
PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
KAMPUS KALIMANTAN BARAT
2015
KATA PENGANTAR
Puji
dan Syukur Kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan rahmat yang telah
diberikan olehNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pertanahan dan Permasalahannya.” Penulisan makalah ini selain bertujuan untuk
memenuhi tugas dalam mata perkuliahan Kebijakan Pertanahan, juga untuk
mengetahui apa itu pertanahan dan apa saja permasalahan yang terdapat di
dalamnya.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu
penulis meminta kritik dan saran yang membangun untuk membenahi kekurangan yang
ada dalam makalah ini.
Akhir
kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan,
terkhusus bagi para pembaca yang berkesempatan membaca makalah ini.
Kubu Raya,
April 2015
Ambrosius
Dean Perwira
PENDAHULUAN
LATAR
BELAKANG
Pertanahan
(tanah) adalah sesuatu yang menjadi suatu kebutuhan yang pokok dalam kehidupan
manusia. Dalam menjalani kehidupannya, manusia selalu berkaitan dengan tanah,
mulai dari tanah untuk tempat tinggalnya, tempat usahanya, hingga sampai ujung
kehidupannya di dunia (kubur/pemakaman) selalu berkaitan dengan pertanahan.
Disebabkan oleh alasan tersebut, tanah menjadi suatu hal yang sangat berharga
dan penting bagi manusia, sehingga sering menyebabkan perselisihan dan
pertikaian antar sesama manusia, bahkan antara keluarga sering menyebabkan
perpecahan karena masalah pertanahan ini. Lebih kompleks lagi, pertikaian
pertanahan ini juga bisa terjadi antara negara-negara yang saling berbatasan.
Dalam
menanggapi berbagai persoalan di atas, perlu adanya suatu pengaturan yang jelas
dan tegas serta memiliki kekuatan dan payung hukum yang kuat untuk mengatur
mengenai pertanahan ini. Oleh karena itulah, banyak negara yang memiliki badan atau lembaga yang mengatur mengenai
pertanahan dalam negaranya, mengingat tanah adalah sesuatu yang penting dan
kompleks dalam kehidupan manusia.
Disebabkan
oleh berbagai permasalahan yang terjadi dalam pertanahan ini, maka penulis
membuat tulisan ini untuk membahas dan menelusuri berbagai hal mengenai pertanahan.
Diawali dengan apa pengertian dari pertanahan, apa saja tipe dan jenis tanah
dalam perkara hukum, apa badan atau lembaga yang mengaturnya, hingga apa saja
permasalahan dan persoalan yang sering terjadi dalam pertanahan dan bagaimana
solusi dan penyelesaian permasalah dalam pertanahan tersebut.
Rumusan Masalah
1. Apa
Pengertian Tanah?
2. Apa
saja Sudut pandang mengenai pertanahan dan hukum yang mengatur pertanahan?
3. Apa
saja hambatan dalam pertanahan dan bagaimana solusinya?
Tujuan Penelitian
Penulisan
ini selain bertujuan untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Kebijakan Pertanahan
juga untuk mengetahui apa itu pertanahan, bagaimana sudut pandang mengenai
pertanahan dan apa saja hukum yang mengatur mengenai pertanahan, terkhusus di
Indonesia serta mengetahui hambatan dan gangguan dalam pertanahan dan bagaimana
solusi untuk mengatasi segala hambatan dalam pertanahan. Sehingga dapat membantu
untuk menambah pengetahuan secara lebih mendalam mengenai seluk-beluk dalam pertanahan
PEMBAHASAN
Pengertian
Tanah
Tanah
meneurut etimologinya berasal dari bahasa Yunani pedon, bahasa Latin Solum
yang berarti bagian kerak bumi yang tersusun dari mineral dan bahan organic.
Selain itu, tanah juga kumpulan tubuh alam yang menduduki sebagian besar
daratan palnet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman sebagai tempat makhluk
hidup lainnya dalam melangsungkan kehidupannya. Tanah mempunyai sifat yang
mudah dipengaruhi oleh iklim, serta jasad hidup yang bertindak terhadap bahan
induk dalam jangka waktu tertentu. Selain itu, tanah (soil) adalah lapisan yang
menenpati bagian atas kulit bumi yang terdiri dari benda padat (bahan anorganik
dan organic) seta air dan udara tanah.
Adapun,
beberapa pendapat para ahli mengenai tanah:
Berzelius
(1803):
Seorang
ahli kimia Swedia mendefinisikan tanah sebagai laboratorium kimia alam dimana
proses dekomposisi dan reaksi sintesis kimia berlangsung secara terang. Disini
tampak jelas bahwa tanah belum lagi dianggap sebagai alat produksi pertanian
melainkan tempat berlangsungnya segala reaksi kimia yang terjadi di alam.
Justus
Von Liebig (1840):
Ahli
dari Jerman ini menyebut tanah sebagai tabung reaksi dimana seseorang dapat
mengetahui jumlah dan jenis hara tanaman. Tanah merupakan gudang persediaan
mineral-mineral yang bersifat statis.
Falluo
(1871):
Ahli
mineralogy Jerman memandang tanah tidak hanya sebagai batu-batuan tetapi juga
bagian dari petografi (petros = batuan) pertanian. Tanah adalah produk hancuran
iklim (weathering) yang bercampur dangan bahan organic.
Joffe
(1949):
Seorang
pakar tanah Amerika Serikat mendefinisikan tanah sebagai bangunan alam yang
tersusun atas horizon-horison yang terdiri atas bahan mineral dan organic,
biasanya tak padu, mempunyai tebal berbeda-beda dan yang berbeda pula dengan
bahan induk yang ada dibawahnya dalam hal morfologi, sifat dan susunan fisik,
sifat dan susunan kimia, dan sifat-sifat biologi.
Sudut Pandang Pertanahan dan Hukum
yang Mengatur Pertanahan
Di
Indonesia, masalah pertanahan diatur dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang
Pokok Agraria (UUPA). Adapun menurut UUPA, ada beberapa sudut pandang dan
pengertian mengenai tanah, yaitu:
Permukaan
Bumi dan Ruang, Sumber
daya ekonomi, Perekat
NKRI,
Penstimulasi kondisi kebersamaan /
harmonis,
Pembangun sistem kemasyarakatan non
diskriminasi, Pengaman
kepastian kepentingan pribadi , Aset tidak bergerak bersifat unik yang sistem administrasinya
bukan tata usaha layanan publik biasa.
PERMUKAAN BUMI DAN RUANG
TANAH sama
dengan PERMUKAAN BUMI adalah
karuniaTUHAN YANG MAHA ESA (Pasal
1 ayat 2 Jo Pasal 4 ayat 1), diartikan sama dengan RUANG pada saat menggunakannya karena termasuk juga tubuh
bumi dan air di bawahnya dan ruang angkasa di atasnya sekedar diperlukan untuk
kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah dalam batas –
batas menurut undang – undang ini dan peraturan – peraturan lain yang lebih
tinggi.
SESUATU YANG MAGIS
Berpijak pada sifat materi sebagai unsur pembentuk alam semesta, TANAH MEMPUNYAI SIFAT MAGIS,
mengandung semua unsur alam semesta, merupakan komponen tubuh fisik makhluk
hidup, MINIATUR DARI ALAM SEMESTA
(MIKRO KOSMOS), ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, harus dipelihara atau
diusahakan dengan ketekunan, saling menghargai, ketulusan, kejujuran dan
keharmonisan SUPAYA TANAH, ALAM
SEMESTA DAN MANUSIA bersahabat dengan rukun, harmonis dan saling
menguntungkan dalam satu kesatuan ekosistem bukan saling merugikan. Mereka
bertiga dalam satu kesatuan ekosistem tidak luput dari evolusi waktu dengan
segala perubahan – perubahan yang bersifat alamiah dan gejolak / revolusioner.
Perubahan – perubahan dapat terjadi membuat diantara mereka “tersiksa” karena
proses perubahan revolusioner, yang membuat “kaget” satu sama lain, sebagai
proses kalibrasi pada saat ketidakharmonisan terjadi.
Atas dasar sifat magis dari tanah, maka sifat, adat dan budaya masyarakat telah
diakomodasikan dalam peraturan perundangan pertanahan, sebagaimana tercermin
dalam Pasal 3 dan 5 UUPA :
Pasal 3
Dengan mengingat
ketentuan – ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari
masyarakat-masyarakat hukum adat (di dalam
perpustakaan adat disebut “beschikkingsrecht), sepanjang menurut kenyataannya
masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional
dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh
bertentangan dengan peraturan – peraturan lain yang lebih tinggi.
Penjelasan
Hukum Agraria Belanda
“Agrarische Wet” tidak mengakui adanya hak ulayat dan sejenisnya, sehingga saat
pembukaan hutan besar – besaran, masyarakat hukum adat diabaikan . UUPA
mengakui hak adat sepanjang masih ada, dengan mendengar pendapatnya dan
memberikan semacam “recognitie”, yang memang berhak menerimanya selaku pemegang
hak ulayat, tetapi masyarakat tidak boleh menghalangi program nasional atau
program pemerintah untuk peningkatan kesejahteraan.
Pasal 5
Hukum Agraria yang
berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak
bertentangan dengan kepentingan Nasional dan Negara, yang berdasarkan atas
persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta peraturan – peraturan yang
tercantum dalam undang – undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya,
segala sesuatu dengan mengindahkan unsur – unsur yang bersandar pada hukum
agama.
Penjelasan
Penegasan bahwa hukum adat dijadikan dasar dari hukum agraria yang baru / UUPA
karena sesuai dengan kesadaran hukum dari pada rakyat banyak. Hukum agraria
yang lama terdapat dualisme yaitu di satu pihak hukuk tanah tunduk pada hukum
adat dan di lain pihak tunduk pada hukum barat yang berpokok pada ketentuan –
ketentuan dalam Buku II Kitab Undang – undang Hukum Perdata Indonesia.
SUMBER DAYA EKONOMI
Oleh karena bumi
tidak pernah bertambah besar, kecuali semakin tua mengikuti perubahan waktu,
maka tanah atau permukaan bumi merupakan barang terbatas, sumber daya yang
bernilai ekonomis paling strategis, langka dan semakin langka karena manusia
selalu bertambah jumlah dan nafsunya, sementara tanah tidak bertambah atau
tidak diperbaharui, bahkan bertambah tua / lumpuh / karena proses waktu
sekalipun tidak digunakan. Dari segi persediaan (supply), tanah merupakan
barang langka sehingga memiliki fluktuasi ekonomis yang tidak normal, oleh
karenanya manusia rela berperang memperebutkannya, sejalan dengan pepatah jawa
“sedumuk bathuk senyari bumi den lakoni taker pati”.
Sumber – sumber agraria
adalah bumi (permukaannya disebut TANAH),
air (air permukaan, air bawah tanah, air laut) dan, ruang angkasa termasuk
kekayaan alam yang terkandung didalamnya (tambang) dengan kata lain
diantara TANAH, AIR, RUANG ANGKASA dan TAMBANG maka TANAH yang memiliki nilai paling
strategis karena TAMBANG, AIR dan RUANG ANGKASA semua terikat dan
melekat pada TANAH.
Karena bumi tidak luput
oleh pengaruh waktu, bahwa degradasi bumi tetap terjadi walaupun dibiarkan
tidak dieksploitasi, maka apalagi dieksploitasi wajib bagi siapa saja menjaga
kesuburannya serta mencegah kerusakannya agar tanah dapat dimanfaatkan untuk
generasi yang akan datang. (Pasal 15)
Demikian langkanya tanah
tersebut karena tidak akan pernah bertambah luas permukaan bumi itu, maka
penguasaan tanah pertanian milik pribadi mutlak dibatasi luasannya, sedangkan
untuk tanah non pertanian dibatasi jumlah bidangnya agar pihak lain memperoleh
kesempatan yang sama dalam mengakses tanah.
PEREKAT NKRI
Seorang rela mati bila tanahnya diklaim atau diduduki orang lain. Suatu bangsa
perang berkepanjangan karena perebutan teritorial. Semakin dewasa paham
demokrasi, semakin “cerdik” strategi memperluas teritorial. Ingat kasus pulau
Nipah pulau terluar NKRI yang berbatas dengan Singapura, membuat batas
Singapura meluas ke arah NKRI karena penambangan golongan C pasir laut membuat
pulau tersebut tenggelam hanya demi kepentingan lokal atau sesaat. Begitu mengerikan
dampak terhadap keutuhan NKRI bila urusan pertanahan diserahkan menjadi urusan
rumah tangga Daerah.
Secara tegas UUPA menyatakan sifat Nasional urusan pertanahan sebagaimana Pasal
1 dan Pasal 2 UUPA, dan kalaupun terjadi pembagian kewenangan pemerintahan demi
efisiensi dan efektifitas penyelenggaraannya, wewenang mengatur yang bersumber
dari hak menguasai dari Negara berdasarkan Pasal 2 UUPA maksimum dapat
dikuasakan atau medebewind (bukan diserahkan / bukan diotonomikan) kepada
Daerah dan masyarakat – masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan Peraturan
Pemerintah.
PEMBANGUN KONDISI KEBERSAMAAN / HARMONIS
Manusia sejak lahir sudah hidup secara berkelompok mulai dari keluarga, rukun
tetangga, dusun, kampung, desa, kelurahan, kabupaten, provinsi, bangsa dan
negara. Dengan kata lain manusia, secara alamiah disebut makhluk ganda,
memiliki sifat individu dan sekaligus memiliki rasa solidaritas ciri utama dari
makhluk sosial. Kedudukan tanah juga diwarnai oleh sifat manusia, yaitu sebagai
benda ekonomi yang harus dibatasi dengan patok batas permanen dan sama- sama
diakui oleh tetangga yang bersebelahan, juga sebagai aset sosial (hak atas
tanah berfungsi sosial sebagaimana Pasal 6 UUPA) yang mana pemiliknya tidak
patut bersikukuh terhadap tanahnya bila penduduk sekitarnya membutuhkannya
(kepentingan orang banyak memerlukannya), bahkan untuk kepentingan umum hak
atas tanah bisa dicabut (Pasal 18 UUPA).
Fungsi sosial hak atas tanah pembangun azas kebersamaan yang ingin diwujudkan
oleh UUPA misalnya seorang yang hanya mampu mengolah tanahnya dengan produksi
lebih rendah karena sambilan, sebaiknya merelakan tanahnya dikerjakan orang lain
yang lebih mampun memberi hasil lebih tinggi (Pasal 6 Jo Pasal 10 UUPA). Karena
hasil yang lebih tinggi berguna bagi kesejahteraab orang lebih banyak.
Terhadap tanah pertanian, yang dilarang apabila yang memiliki bukan petani (Pasal
10), kecuali PNS untuk persiapan masa pendiun dengan luasan terbatas. Larangan
diberlakukan juga bagi pemilik tanah yang bertempat tinggal di luar kecamatan
letak tanah yang disebut pemilikan secara absente (kecuali kecamatan
berbatasan). Jadi tanah pertanian hanya boleh dimiliki oleh petani dan / atau
tidak absente.
Pengaturan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan tanah
sebagaimana yang disebut dengan rencana tata guna tanah juga berfungsi sebagai
pembangun azas kebersamaan karena sifatnya berjenjang yaitu rencana tata guna
tanah skala nasional memayungi rencana tata guna tanah skala provinsi
selanjutnya menjadi payung atau pedoman bagi rencana tata guna tanah tingkat
Kabupaten / Kota. Mekanisme pengendaliannya melalui pengesahan peraturan
daerah oleh pemerintah yang lebih tinggi sebelum dinyatakan sah sebagai acuan
pembangunan (Pasal 14 UUPA).
Kebersamaan juga dibangun melalui peniadaan ketimpangan dalam
pemilikan tanah pertanian sehingga memiliki tanah melampaui luas maksimum yang
diperkenankan dalam suatu kabupaten (yang biasanya ditetapkan berdasarkan
kepadatan penduduk) dilarang (Pasal 7 UUPA).
Kebersamaan juga dibangun melalui larangan
adanya praktik monopoli swasta dalam lapangan agraria (Pasal 13) kecuali
diselenggarakan dengan Undang – undang. Kerjasama yang mengandung unsur
pemerasan atau penindasan dilarang antara pemilik dan penggarap atau pihak yang
ekonomis kuat atas yang ekomonis lemah. Usaha bersama di lapangan agraria lebih
disarankan dengan bentuk kooperasi (Pasal 10,11 dan 12 UUPA).
PEMBANGUN SISTEM KEMASYARAKATAN NON DISKRIMINASI
Dalam hal pewarisan adat dan agama terdapat perbedaan antara wanita dan
pria dalam memperoleh porsi warisan. UUPA tidak membedakan antara wanita
dan pria dan juga tidak membedakan suku bangsa dan agama. Hanya WNI yang dapat
mempunyai hubungan penuh dengan tanah dan wanita maupun pria memiliki
kesempatan yang sama (Pasal 9 UUPA).
PENGAMAN KEPASTIAN KEPENTINGAN PRIBADI
Pengaturan dan penyelenggaraan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan tanah mengutamakan kepentingan kelompok bukan berarti kepentingan
pribadi tidak diakui. Hak atas tanah lahir dibawah naungan kepentingan umum
adalah sejalan dengan konsepsi evolusi alam semesta yaitu suatu konsepsi/kaidah
dimana kepentingan individu selalu mempertimbangkan keunggulan kepentingan
bersama / umum. Hak atas tanah yang disebutkan dalam Pasal 4 yang terdiri dari
: hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak
membuka tanah, hak memungut hasil hutan, hak-hak lain yang tidak termasuk dalam
hak-hak tersebut dahulu yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak
yang sifatnya sementara sebagaimana Pasal 16 UUPA adalah wewenang yang
diberikan kepada pemegang hak untuk menggunakan tanah dalam arti ruang yaitu
permukaan bumi di atas dan di bawahnya, sebatas yang diperlukan bagi
operasional penggunaan dan pemanfaatan tanah yang dikuasainya sesuai dengan
batasan – batasan yang ada menurut rencana tata guna tanah (Pasal 2 Jo Pasal 14
UUPA).
ASET TIDAK BERGERAK BERSIFAT UNIK YANG SISTEM ADMINISTRASINYA BUKAN
LAYANAN PUBLIK BIASA.
Supaya hal tersebut memiliki kepastian hukum
baik kepastian kewenangan / hak maupun kewajiban potensial yang menyertainya
demi kepentingan kelompok yang lebih luas / umum (Pasal 14 dan 18 UUPA Jo PP 16
Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah) maka hubungan hukum dan perbuatan hukum
atas tanah harus didaftarkan secara tertulis baik posisinya, subyek yang
menguasai atau yang berhak, maupun jenis penggunaan tanah yang diijinkan
termasuk kewajiban / batasan-batasan yang dikenakannya serta perbuatan hukum
yang dialami oleh tanah tersebut (Pasal 19 UUPA Jo PP 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah).
HAMBATAN DALAM PERTANAHAN DAN
SOLUSINYA
Permasalahan
Tanah di Indonesia umumnya amat sulit diselesaikan dalam waktu yang cepat.
Mengapa sangat sulit? Ada beberapa faktor yang membuatnya menjadi sulit dan
memakan waktu yang panjang. Penyelesaian permasalahan ini dapat dilihat dari
asal muasal permasalahan tersebut. Secara sederhana asal muasal permasalahan tanah tanah dari histori atau
waktunya bersumber dari :
1.
Permasalahan
lama yang tak pernah tuntas dan berakibat semakin lama semakin tidak jelas. (
Permasalahan yang di “peti es” kan)
2.
Permasalahan
yang tidak pernah diketahui tetapi berpotensi meledak meski secara administrasi
sudah di legalkan.
3.
Permasalahan
yang timbul pada saat sekarang.
Permasalahan
yang tak kunjung usai dapat dilakukan dengan mengurai permasalahan melalui mediasi
dan gelar perkara. Dalam prakteknya, hal ini jelas memakan waktu yang relatif
lama dan biaya yang tidak sedikit. Mediasi adalah jalan yang sangat
populer dipilih saat ini agar ada pendekatan sosiologis kultural yang
dikedepankan dengan mengajak berbagai tokoh agama atau tokoh masyarakat
misalnya, bila konteks permasalahannya sudah melibatkan banyak orang atau
sudah meluas. Dalam konteks permasalahan sengketa batas meski sangat kecil
sekalipun permasalahannya, ketika sudah mengenai harga diri dan martabat,
pendekatan sosiologis kultural dengan mediasi adalah cara yang ampuh, karena
pengadilan bukan segala-galanya. Namun disaat sudah menyentuh tindak pidana,
misalnya penggelapan, pemalsuan dan penipuan, penyerobotan adalah ranah hukum
yang harus dibawa ke pengadilan. Untuk pengadilan, memang ada berbagai ide agar
dibentuk peradilan agraria sama seperti adanya peradilan pajak, atau
setidaknya peradilan Adhoc Agraria. Mungkin ide ini bisa menjadi solusi, namun
butuh tenaga dan biaya yang tidak sedikit pula.
PENUTUP
KESIMPULAN
Pertanahan
merupakan hal yang sangat penting dan berpengaruh besar dalam kehidupan manusia.
Segala aspek dari kehidupan manusia, dari lahir hingga wafat selalu berhubungan
dengan tanah. Oleh karena itu, Pemerintah menyadari akan vitalnya fungsi dan
kegunaan dari tanah dan membuat aturan dan payung hukum yang jelas mengenai
pertanahan. Aturan ini dibuat pemeintah untuk memperjelas mengenai segala hal
menyangkut pertanahan dan menghindari terjadinya perselisihan dan pertikaian yang
disebabkan oleh pertanahan. Adapun hukum yang dibuat pemerintah untuk
pertanahan tertuang dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok
Agraria (UUPA).
SARAN
Segala
hal menyangkut pertanahan seringkali berujung pada perselisihan dan kasus hukum
di pengadilan. Tidak jarang permasalahan juga merusak hubungan harmonis antara
umat manusia, bahkan sampai merusak hubungan keluarga. Hal ini perlu disadari
oleh semua pihak bahwa tanah memang sangat penting dan mempunyai nilai yang
sangat besar bagi manusia, tetapi alangkah baiknya bila disadari bahwa perlu
diambil suatu tindakan yang bijaksana agar jangan sampai terjadi suatu
perpecahan hanya karena permasalahan harta duniawi seperti tanah.
Ambrosius Dean Perwira |