Translate

Rabu, 22 April 2015

Makalah Pertanahan dan Permasalahannya

TUGAS KEBIJAKAN PERTANAHAN
“Pertanahan dan Permasalahannya.”


Description: Description: D:\Tugas IPDN\images.jpeg

Oleh:


NAMA                        : AMBROSIUS DEAN PERWIRA
NPP                : 24. 1292
                                    KELAS          : A 4



INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
 KAMPUS KALIMANTAN BARAT
2015


KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan rahmat yang telah diberikan olehNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pertanahan dan Permasalahannya.” Penulisan makalah ini selain bertujuan untuk memenuhi tugas dalam mata perkuliahan Kebijakan Pertanahan, juga untuk mengetahui apa itu pertanahan dan apa saja permasalahan yang terdapat di dalamnya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis meminta kritik dan saran yang membangun untuk membenahi kekurangan yang ada dalam makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, terkhusus bagi para pembaca yang berkesempatan membaca makalah ini.


Kubu Raya,   April 2015


Ambrosius Dean Perwira









PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pertanahan (tanah) adalah sesuatu yang menjadi suatu kebutuhan yang pokok dalam kehidupan manusia. Dalam menjalani kehidupannya, manusia selalu berkaitan dengan tanah, mulai dari tanah untuk tempat tinggalnya, tempat usahanya, hingga sampai ujung kehidupannya di dunia (kubur/pemakaman) selalu berkaitan dengan pertanahan. Disebabkan oleh alasan tersebut, tanah menjadi suatu hal yang sangat berharga dan penting bagi manusia, sehingga sering menyebabkan perselisihan dan pertikaian antar sesama manusia, bahkan antara keluarga sering menyebabkan perpecahan karena masalah pertanahan ini. Lebih kompleks lagi, pertikaian pertanahan ini juga bisa terjadi antara negara-negara yang saling berbatasan.
Dalam menanggapi berbagai persoalan di atas, perlu adanya suatu pengaturan yang jelas dan tegas serta memiliki kekuatan dan payung hukum yang kuat untuk mengatur mengenai pertanahan ini. Oleh karena itulah, banyak negara yang memiliki  badan atau lembaga yang mengatur mengenai pertanahan dalam negaranya, mengingat tanah adalah sesuatu yang penting dan kompleks dalam kehidupan manusia.
Disebabkan oleh berbagai permasalahan yang terjadi dalam pertanahan ini, maka penulis membuat tulisan ini untuk membahas dan menelusuri berbagai hal mengenai pertanahan. Diawali dengan apa pengertian dari pertanahan, apa saja tipe dan jenis tanah dalam perkara hukum, apa badan atau lembaga yang mengaturnya, hingga apa saja permasalahan dan persoalan yang sering terjadi dalam pertanahan dan bagaimana solusi dan penyelesaian permasalah dalam pertanahan tersebut.






Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Tanah?
2.      Apa saja Sudut pandang mengenai pertanahan dan hukum yang mengatur pertanahan?
3.      Apa saja hambatan dalam pertanahan dan bagaimana solusinya?
Tujuan Penelitian
Penulisan ini selain bertujuan untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Kebijakan Pertanahan juga untuk mengetahui apa itu pertanahan, bagaimana sudut pandang mengenai pertanahan dan apa saja hukum yang mengatur mengenai pertanahan, terkhusus di Indonesia serta mengetahui hambatan dan gangguan dalam pertanahan dan bagaimana solusi untuk mengatasi segala hambatan dalam pertanahan. Sehingga dapat membantu untuk menambah pengetahuan secara lebih mendalam mengenai seluk-beluk dalam pertanahan













PEMBAHASAN
Pengertian Tanah
Tanah meneurut etimologinya berasal dari bahasa Yunani pedon, bahasa Latin Solum yang berarti bagian kerak bumi yang tersusun dari mineral dan bahan organic. Selain itu, tanah juga kumpulan tubuh alam yang menduduki sebagian besar daratan palnet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman sebagai tempat makhluk hidup lainnya dalam melangsungkan kehidupannya. Tanah mempunyai sifat yang mudah dipengaruhi oleh iklim, serta jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam jangka waktu tertentu. Selain itu, tanah (soil) adalah lapisan yang menenpati bagian atas kulit bumi yang terdiri dari benda padat (bahan anorganik dan organic) seta air dan udara tanah.
Adapun, beberapa pendapat para ahli mengenai tanah:
Berzelius (1803):
Seorang ahli kimia Swedia mendefinisikan tanah sebagai laboratorium kimia alam dimana proses dekomposisi dan reaksi sintesis kimia berlangsung secara terang. Disini tampak jelas bahwa tanah belum lagi dianggap sebagai alat produksi pertanian melainkan tempat berlangsungnya segala reaksi kimia yang terjadi di alam.
Justus Von Liebig (1840):
Ahli dari Jerman ini menyebut tanah sebagai tabung reaksi dimana seseorang dapat mengetahui jumlah dan jenis hara tanaman. Tanah merupakan gudang persediaan mineral-mineral yang bersifat statis.
Falluo (1871):
Ahli mineralogy Jerman memandang tanah tidak hanya sebagai batu-batuan tetapi juga bagian dari petografi (petros = batuan) pertanian. Tanah adalah produk hancuran iklim (weathering) yang bercampur dangan bahan organic.


Joffe (1949):
Seorang pakar tanah Amerika Serikat mendefinisikan tanah sebagai bangunan alam yang tersusun atas horizon-horison yang terdiri atas bahan mineral dan organic, biasanya tak padu, mempunyai tebal berbeda-beda dan yang berbeda pula dengan bahan induk yang ada dibawahnya dalam hal morfologi, sifat dan susunan fisik, sifat dan susunan kimia, dan sifat-sifat biologi.

Sudut Pandang Pertanahan dan Hukum yang Mengatur Pertanahan
Di Indonesia, masalah pertanahan diatur dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Adapun menurut UUPA, ada beberapa sudut pandang dan pengertian mengenai tanah, yaitu:
Permukaan Bumi dan Ruang, Sumber daya ekonomi, Perekat NKRI, Penstimulasi kondisi kebersamaan / harmonis, Pembangun sistem kemasyarakatan non diskriminasi, Pengaman kepastian kepentingan pribadi , Aset tidak bergerak bersifat unik yang sistem administrasinya bukan tata usaha layanan publik biasa.
PERMUKAAN BUMI DAN RUANG
TANAH sama dengan PERMUKAAN BUMI adalah karuniaTUHAN YANG MAHA ESA (Pasal 1 ayat 2 Jo Pasal 4 ayat 1), diartikan sama dengan RUANG pada saat menggunakannya karena termasuk juga tubuh bumi dan air di bawahnya dan ruang angkasa di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah dalam batas – batas menurut undang – undang ini dan peraturan – peraturan lain yang lebih tinggi.

SESUATU YANG MAGIS
            Berpijak pada sifat materi sebagai unsur pembentuk alam semesta, TANAH MEMPUNYAI SIFAT MAGIS, mengandung semua unsur alam semesta, merupakan komponen tubuh fisik makhluk hidup, MINIATUR DARI ALAM SEMESTA (MIKRO KOSMOS), ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, harus dipelihara atau diusahakan dengan ketekunan, saling menghargai, ketulusan, kejujuran dan keharmonisan SUPAYA TANAH, ALAM SEMESTA DAN MANUSIA bersahabat dengan rukun, harmonis dan saling menguntungkan dalam satu kesatuan ekosistem bukan saling merugikan. Mereka bertiga dalam satu kesatuan ekosistem tidak luput dari evolusi waktu dengan segala perubahan – perubahan yang bersifat alamiah dan gejolak / revolusioner. Perubahan – perubahan dapat terjadi membuat diantara mereka “tersiksa” karena proses perubahan revolusioner, yang membuat “kaget” satu sama lain, sebagai proses kalibrasi pada saat ketidakharmonisan terjadi.
            Atas dasar sifat magis dari tanah, maka sifat, adat dan budaya masyarakat telah diakomodasikan dalam peraturan perundangan pertanahan, sebagaimana tercermin dalam Pasal 3 dan 5 UUPA :

Pasal 3
Dengan mengingat ketentuan – ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat (di dalam perpustakaan adat disebut “beschikkingsrecht), sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan peraturan – peraturan lain yang lebih tinggi.

 Penjelasan
Hukum Agraria Belanda “Agrarische Wet” tidak mengakui adanya hak ulayat dan sejenisnya, sehingga saat pembukaan hutan besar – besaran, masyarakat hukum adat diabaikan . UUPA mengakui hak adat sepanjang masih ada, dengan mendengar pendapatnya dan memberikan semacam “recognitie”, yang memang berhak menerimanya selaku pemegang hak ulayat, tetapi masyarakat tidak boleh menghalangi program nasional atau program pemerintah untuk peningkatan kesejahteraan.

Pasal 5
Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan Nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta peraturan – peraturan yang tercantum dalam undang – undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur – unsur yang bersandar pada hukum agama.

Penjelasan
            Penegasan bahwa hukum adat dijadikan dasar dari hukum agraria yang baru / UUPA karena sesuai dengan kesadaran hukum dari pada rakyat banyak. Hukum agraria yang lama terdapat dualisme yaitu di satu pihak hukuk tanah tunduk pada hukum adat dan di lain pihak tunduk pada hukum barat yang berpokok pada ketentuan – ketentuan dalam Buku II Kitab Undang – undang Hukum Perdata Indonesia.

SUMBER DAYA EKONOMI
Oleh karena  bumi tidak pernah bertambah besar, kecuali semakin tua mengikuti perubahan waktu, maka tanah atau permukaan bumi merupakan barang terbatas, sumber daya yang bernilai ekonomis paling strategis, langka dan semakin langka karena manusia selalu bertambah jumlah dan nafsunya, sementara tanah tidak bertambah atau tidak diperbaharui, bahkan bertambah tua / lumpuh / karena proses waktu sekalipun tidak digunakan. Dari segi persediaan (supply), tanah merupakan barang langka sehingga memiliki fluktuasi ekonomis yang tidak normal, oleh karenanya manusia rela berperang memperebutkannya, sejalan dengan pepatah jawa “sedumuk bathuk senyari bumi den lakoni taker pati”.

Sumber – sumber agraria adalah bumi (permukaannya disebut TANAH), air (air permukaan, air bawah tanah, air laut) dan, ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya (tambang) dengan kata lain diantara TANAH, AIR, RUANG ANGKASA dan TAMBANG maka TANAH yang memiliki nilai paling strategis karena TAMBANG, AIR dan RUANG ANGKASA semua terikat dan melekat pada TANAH.

Karena bumi tidak luput oleh pengaruh waktu, bahwa degradasi bumi tetap terjadi walaupun dibiarkan tidak dieksploitasi, maka apalagi dieksploitasi wajib bagi siapa saja menjaga kesuburannya serta mencegah kerusakannya agar tanah dapat dimanfaatkan untuk generasi yang akan datang. (Pasal 15)
Demikian langkanya tanah tersebut karena tidak akan pernah bertambah luas permukaan bumi itu, maka penguasaan tanah pertanian milik pribadi mutlak dibatasi luasannya, sedangkan untuk tanah non pertanian dibatasi jumlah bidangnya agar pihak lain memperoleh kesempatan yang sama dalam mengakses tanah.

PEREKAT NKRI
            Seorang rela mati bila tanahnya diklaim atau diduduki orang lain. Suatu bangsa perang berkepanjangan karena perebutan teritorial. Semakin dewasa paham demokrasi, semakin “cerdik” strategi memperluas teritorial. Ingat kasus pulau Nipah pulau terluar NKRI yang berbatas dengan Singapura, membuat batas Singapura meluas ke arah NKRI karena penambangan golongan C pasir laut membuat pulau tersebut tenggelam hanya demi kepentingan lokal atau sesaat. Begitu mengerikan dampak terhadap keutuhan NKRI bila urusan pertanahan diserahkan menjadi urusan rumah tangga Daerah.
            
            Secara tegas UUPA menyatakan sifat Nasional urusan pertanahan sebagaimana Pasal 1 dan Pasal 2 UUPA, dan kalaupun terjadi pembagian kewenangan pemerintahan demi efisiensi dan efektifitas penyelenggaraannya, wewenang mengatur yang bersumber dari hak menguasai dari Negara berdasarkan Pasal 2 UUPA maksimum dapat dikuasakan atau medebewind (bukan diserahkan / bukan diotonomikan) kepada Daerah dan masyarakat – masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan Peraturan Pemerintah.

PEMBANGUN KONDISI KEBERSAMAAN / HARMONIS
            Manusia sejak lahir sudah hidup secara berkelompok mulai dari keluarga, rukun tetangga, dusun, kampung, desa, kelurahan, kabupaten, provinsi, bangsa dan negara. Dengan kata lain manusia, secara alamiah disebut makhluk ganda, memiliki sifat individu dan sekaligus memiliki rasa solidaritas ciri utama dari makhluk sosial. Kedudukan tanah juga diwarnai oleh sifat manusia, yaitu sebagai benda ekonomi yang harus dibatasi dengan patok batas permanen dan sama- sama diakui oleh tetangga yang bersebelahan, juga sebagai aset sosial (hak atas tanah berfungsi sosial sebagaimana Pasal 6 UUPA) yang mana pemiliknya tidak patut bersikukuh terhadap tanahnya bila penduduk sekitarnya membutuhkannya (kepentingan orang banyak memerlukannya), bahkan untuk kepentingan umum hak atas tanah bisa dicabut (Pasal 18 UUPA).
             
            Fungsi sosial hak atas tanah pembangun azas kebersamaan yang ingin diwujudkan oleh UUPA misalnya seorang yang hanya mampu mengolah tanahnya dengan produksi lebih rendah karena sambilan, sebaiknya merelakan tanahnya dikerjakan orang lain yang lebih mampun memberi hasil lebih tinggi (Pasal 6 Jo Pasal 10 UUPA). Karena hasil yang lebih tinggi berguna bagi kesejahteraab orang lebih banyak.
            
             Terhadap tanah pertanian, yang dilarang apabila yang memiliki bukan petani (Pasal 10), kecuali PNS untuk persiapan masa pendiun dengan luasan terbatas. Larangan diberlakukan juga bagi pemilik tanah yang bertempat tinggal di luar kecamatan letak tanah yang disebut pemilikan secara absente (kecuali kecamatan berbatasan). Jadi tanah pertanian hanya boleh dimiliki oleh petani dan / atau tidak absente.
             
           Pengaturan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan tanah sebagaimana yang disebut dengan rencana tata guna tanah juga berfungsi sebagai pembangun azas kebersamaan karena sifatnya berjenjang yaitu rencana tata guna tanah skala nasional memayungi rencana tata guna tanah skala provinsi selanjutnya menjadi payung atau pedoman bagi rencana tata guna tanah tingkat Kabupaten / Kota.  Mekanisme pengendaliannya melalui pengesahan peraturan daerah oleh pemerintah yang lebih tinggi sebelum dinyatakan sah sebagai acuan pembangunan (Pasal 14 UUPA).
           
         Kebersamaan juga dibangun melalui peniadaan ketimpangan dalam pemilikan tanah pertanian sehingga memiliki tanah melampaui luas maksimum yang diperkenankan dalam suatu kabupaten (yang biasanya ditetapkan berdasarkan kepadatan penduduk) dilarang (Pasal 7 UUPA).
    
           Kebersamaan juga dibangun melalui larangan adanya praktik monopoli swasta dalam lapangan agraria (Pasal 13) kecuali diselenggarakan dengan Undang – undang. Kerjasama yang mengandung unsur pemerasan atau penindasan dilarang antara pemilik dan penggarap atau pihak yang ekonomis kuat atas yang ekomonis lemah. Usaha bersama di lapangan agraria lebih disarankan dengan bentuk kooperasi (Pasal 10,11 dan 12 UUPA).

PEMBANGUN SISTEM KEMASYARAKATAN NON DISKRIMINASI
            Dalam hal pewarisan adat dan agama terdapat perbedaan antara wanita dan pria  dalam memperoleh porsi warisan. UUPA tidak membedakan antara wanita dan pria dan juga tidak membedakan suku bangsa dan agama. Hanya WNI yang dapat mempunyai hubungan penuh dengan tanah dan wanita maupun pria memiliki kesempatan yang sama (Pasal 9 UUPA).

PENGAMAN KEPASTIAN KEPENTINGAN PRIBADI
            Pengaturan dan penyelenggaraan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan tanah mengutamakan kepentingan kelompok bukan berarti kepentingan pribadi tidak diakui. Hak atas tanah lahir dibawah naungan kepentingan umum adalah sejalan dengan konsepsi evolusi alam semesta yaitu suatu konsepsi/kaidah dimana kepentingan individu selalu mempertimbangkan keunggulan kepentingan bersama / umum. Hak atas tanah yang disebutkan dalam Pasal 4 yang terdiri dari : hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut dahulu yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana Pasal 16 UUPA adalah wewenang yang diberikan kepada pemegang hak untuk menggunakan tanah dalam arti ruang yaitu permukaan bumi di atas dan di bawahnya, sebatas yang diperlukan bagi operasional penggunaan dan pemanfaatan tanah yang dikuasainya sesuai dengan batasan – batasan yang ada menurut rencana tata guna tanah (Pasal 2 Jo Pasal 14 UUPA).

ASET TIDAK BERGERAK BERSIFAT UNIK YANG SISTEM ADMINISTRASINYA BUKAN LAYANAN PUBLIK BIASA.
Supaya hal tersebut memiliki kepastian hukum baik kepastian kewenangan / hak maupun kewajiban potensial yang menyertainya demi kepentingan kelompok yang lebih luas / umum (Pasal 14 dan 18 UUPA Jo PP 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah) maka hubungan hukum dan perbuatan hukum atas tanah harus didaftarkan secara tertulis baik posisinya, subyek yang menguasai atau yang berhak, maupun jenis penggunaan tanah yang diijinkan termasuk kewajiban / batasan-batasan yang dikenakannya serta perbuatan hukum yang dialami oleh tanah tersebut (Pasal 19 UUPA Jo PP 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah).
HAMBATAN DALAM PERTANAHAN DAN SOLUSINYA
Permasalahan Tanah di Indonesia umumnya amat sulit diselesaikan dalam waktu yang cepat. Mengapa sangat sulit? Ada beberapa faktor yang membuatnya menjadi sulit dan memakan waktu yang panjang. Penyelesaian permasalahan ini dapat dilihat dari asal muasal permasalahan tersebut. Secara sederhana asal muasal permasalahan tanah tanah dari histori atau waktunya bersumber dari :
1.                  Permasalahan lama yang tak pernah tuntas dan berakibat semakin lama semakin tidak jelas. ( Permasalahan yang di “peti es” kan)
2.                  Permasalahan yang tidak pernah diketahui tetapi berpotensi meledak meski secara administrasi sudah di legalkan.
3.                  Permasalahan yang timbul pada saat sekarang.
Permasalahan yang tak kunjung usai dapat dilakukan dengan mengurai permasalahan melalui mediasi dan gelar perkara. Dalam prakteknya, hal ini jelas memakan waktu yang relatif lama  dan biaya yang tidak sedikit. Mediasi adalah jalan yang sangat populer dipilih saat ini agar ada pendekatan sosiologis kultural yang dikedepankan dengan mengajak berbagai tokoh agama atau tokoh masyarakat misalnya,  bila konteks permasalahannya sudah melibatkan banyak orang atau sudah meluas. Dalam konteks permasalahan sengketa batas meski sangat kecil sekalipun permasalahannya, ketika sudah mengenai harga diri dan martabat, pendekatan sosiologis kultural dengan mediasi adalah cara yang ampuh, karena pengadilan bukan segala-galanya. Namun disaat sudah menyentuh tindak pidana, misalnya penggelapan, pemalsuan dan penipuan, penyerobotan adalah ranah hukum yang harus dibawa ke pengadilan. Untuk pengadilan, memang ada berbagai ide agar dibentuk peradilan agraria sama seperti adanya  peradilan pajak, atau setidaknya peradilan Adhoc Agraria. Mungkin ide ini bisa menjadi solusi, namun butuh tenaga dan biaya yang tidak sedikit pula.




PENUTUP
KESIMPULAN
Pertanahan merupakan hal yang sangat penting dan berpengaruh besar dalam kehidupan manusia. Segala aspek dari kehidupan manusia, dari lahir hingga wafat selalu berhubungan dengan tanah. Oleh karena itu, Pemerintah menyadari akan vitalnya fungsi dan kegunaan dari tanah dan membuat aturan dan payung hukum yang jelas mengenai pertanahan. Aturan ini dibuat pemeintah untuk memperjelas mengenai segala hal menyangkut pertanahan dan menghindari terjadinya perselisihan dan pertikaian yang disebabkan oleh pertanahan. Adapun hukum yang dibuat pemerintah untuk pertanahan tertuang dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
SARAN

Segala hal menyangkut pertanahan seringkali berujung pada perselisihan dan kasus hukum di pengadilan. Tidak jarang permasalahan juga merusak hubungan harmonis antara umat manusia, bahkan sampai merusak hubungan keluarga. Hal ini perlu disadari oleh semua pihak bahwa tanah memang sangat penting dan mempunyai nilai yang sangat besar bagi manusia, tetapi alangkah baiknya bila disadari bahwa perlu diambil suatu tindakan yang bijaksana agar jangan sampai terjadi suatu perpecahan hanya karena permasalahan harta duniawi seperti tanah. 

Ambrosius Dean Perwira


Minggu, 05 April 2015

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN DAN INDIKATOR HASIL-HASIL PEMBANGUNAN

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN DAN INDIKATOR HASIL-HASIL PEMBANGUNAN

oleh:
Ambrosius Dean Perwira

I. PERKEMBANGAN MAKNA PEMBANGUNAN
Hal ini dibuka dengan sebuah pertanyaan yang berisi mengenai apa sebenarnya maksud dari pemabngunan, bagaimana awalnya, perkembanganya, dan juga evolusi  makna dari pembangunan. Dalam resume ini, akan dibahas dari 2 (dua) sudut pandang, yaitu sudut pandang Tradisional, dan paradigma baru dalam pembangunan.
1.      Pandangan Tradisional.
Dalam pandangan ini, pembangunan diidentikan dengan peningkatan pendapatan nasional (GNP) per kapita riil, dalam arti tingkat pertumbuhan pendapatan nasional dalam harga konstan (setelah dideflasi dengan indeks harga) harus lebih tinggi dibandingkan tingkat pertumbuhan penduduk. Tokoh-tokoh dalam pandangan ini adalah  Harrod-domar, Arthur lewis, WW Rostow, Nurkse. Dalam teorinya Arthur Lewis, mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan tujuan utama dari setiap kebijakan ekonomi di negara manapun.

2.      Paradigma Baru Dalam Pembangunan.
Akhir tahun 1950, banyak yang menyadari bahwa pertumbuhan tidak identik dengan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, setidaknya melampaui negara-negara maju pada tahap awal pembangunan mereka, memang dapat dicapai namun dibarengi dengan masalah-masalah seperti pengganguran, kemiskinan di pedesaan, distribusi pendapatan yang timpang, dan ketidakseimbangan structural. Pertumbuhan ekonomi hanya mencatat peningkatan produksi barang dan jasa secara nasional, sedangkan pembangunan berdimensi lebih luas dari sekedar peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Sejarah mencatat munculnya paradigma baru dalam pembangunan seperti pertumbuhan dengan distribusi, kebutuhan pokok (basic needs), pembangunan mandiri (self-relian development), pembangunan berkelanjutan dengan perhatian terhadap alam (ecodevelopment), pembangunan yang memperhatikan ketimpangan pendapatan menurut etnis (ethnodevelopment). Barangkali menarik untuk menelusuri ide dasar masing-masing paradigma tersebut.

II. INDIKATOR HASIL-HASIL PEMBANGUNAN
Setiap tindakan pasti memiliki dampak, begitupula dengan pembangunan. Pembangunan pasti menimbulkan dampak, baik negative maupun positif.. Dalam melihat dampak-dampak tersebut diperlukan suatu indicator.  Indikator yang dibahas dalam resume ini adalah indicator ekonomi dan indicator social
1.      Indikator Ekonomi
Dalam indicator ini, digunakan atau dilihat dari sudut pandang GNP perkapita. Bank Dunia (1995) mengklasifikasikan negara berdasarkan tingkatan GNP per kapitanya sebagai berikut:
§  Negara berpenghasilan menengah (low income economies): GNP perkapita > US$ 695 pada tahun 1993
§  Negara berpenghasilan menengah (middle-income economies) GNP per kapita > US$ 695 namun < US$ 626 pada tahum 1993
§  Negara berpenghasilan tinggi (high-income economies): GNP per kapita US$ 8.626 atau lebih pada tahun 1993
§  Dunia meliputi semua negara di dunia, termasuk negara-negara yang datanya langka dan dengan penduduk kurang dari 1 juta jiwa

2.      Indikator Sosial
Indikator ini muncul sebagai suatu alternative dari indikator ekonomi, karena untuk suatu indicator pembangunan, GNP per kapita (indicator ekonomi) sebagai ukuran tingkat kesejahteraan mempunyai banyak kelemahan. Kelemahan yang dimaksud adalah tidak memasukkan produksi yang tidak melalui pasar seperti dalam perekonomian subsistem, jasa ibu rumah tangga, transaksi barang bekas, kerusakan lingkungan dari masalah distribusi pendapatan.
Indicator social ini mempunyai  2 (dua) cara untuk mengukur tingkat kesejahteraan yang disebabkan oleh pembangunan, yaitu:
1.      Indeks Mutu Hidup (PQLI).
Merupakan indeks komposit (gabungan) dari 3 indikator, yaitu: Harapan hidup pada usia satu tahun, angka kematian, dan tingkat melek huruf.
2.      Human Development Indexs (HDI)
Seperti halnya dengan Indeks Mutu Hidup yang mencoba meranking semua negara dalam skala 0 (tingkat pembangunan manusia terendah) hingga 1 ( tingkat pembangunan manusia tertinggi) berdasarkan atas 3 (tiga) tujuan atau produk pembangunan, yaitu: Usia panjang yang diukur dengan tingkat harapan hidup, pengetahuan yang diukur dengan rata-rata tertimbang dari jumlah orang dewasa yang dapat membaca dan tahun sekolah, dan penghasilan yang diukur dengan pendapatan perkapita riil yang telah disesuaikan menurut daya beli mata uang masing-masing negara dan asumsi menurunnya utilitas marginal penghasilan dengan cepat.
HDI memberikan wawasan yang lebih luas mengenai pembangunan (Todaro 1995;65):
Pertama,  pembentukan HDI sebagian didorong oleh strategi politik yang didesain untuk memfokuskan perhatian pada aspek pembangunan kesehatan dan pendidikan.
Kedua, ketiga indicator diatas merupakan indicator yang bagus namun bukan ideal.
Ketiga, nilai HDI suatu negara mungkin membawa dampak yang kurang menguntungkan karena mengalihkan fokus dari masalah ketidakmerataan dalam negara tersebut.
Keempat,  alternative pendekatan yang memandang rangking GNP per kapita, dan kemudian melengkapinya dengan indicator social lain masih dihargai.

Kelima, harus selalu diingat bahwa indeks ini merupakan indicator pembangunan yang relative, bukan absolute, sehingga bila semua negara mengalami peningkatan pada tingkat tertimbang yang sama, maka negara miskin tidak akan memperoleh penghargaan atas kemajuannya.

Pakaian Dinas Pesiar