PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN DAN INDIKATOR HASIL-HASIL PEMBANGUNAN
oleh:
Ambrosius Dean Perwira
Ambrosius Dean Perwira
I. PERKEMBANGAN MAKNA PEMBANGUNAN
Hal ini dibuka dengan sebuah
pertanyaan yang berisi mengenai apa sebenarnya maksud dari pemabngunan,
bagaimana awalnya, perkembanganya, dan juga evolusi makna dari pembangunan. Dalam resume ini,
akan dibahas dari 2 (dua) sudut pandang, yaitu sudut pandang Tradisional, dan
paradigma baru dalam pembangunan.
1. Pandangan
Tradisional.
Dalam pandangan ini,
pembangunan diidentikan dengan peningkatan pendapatan nasional (GNP) per kapita
riil, dalam arti tingkat pertumbuhan pendapatan nasional dalam harga konstan
(setelah dideflasi dengan indeks harga) harus lebih tinggi dibandingkan tingkat
pertumbuhan penduduk. Tokoh-tokoh dalam pandangan ini adalah Harrod-domar, Arthur lewis, WW Rostow,
Nurkse. Dalam teorinya Arthur Lewis, mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi
merupakan tujuan utama dari setiap kebijakan ekonomi di negara manapun.
2. Paradigma
Baru Dalam Pembangunan.
Akhir tahun 1950,
banyak yang menyadari bahwa pertumbuhan tidak identik dengan pembangunan.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, setidaknya melampaui negara-negara maju pada
tahap awal pembangunan mereka, memang dapat dicapai namun dibarengi dengan
masalah-masalah seperti pengganguran, kemiskinan di pedesaan, distribusi
pendapatan yang timpang, dan ketidakseimbangan structural. Pertumbuhan ekonomi
hanya mencatat peningkatan produksi barang dan jasa secara nasional, sedangkan
pembangunan berdimensi lebih luas dari sekedar peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Sejarah mencatat
munculnya paradigma baru dalam pembangunan seperti pertumbuhan dengan
distribusi, kebutuhan pokok (basic needs), pembangunan mandiri (self-relian
development), pembangunan berkelanjutan dengan perhatian terhadap alam
(ecodevelopment), pembangunan yang memperhatikan ketimpangan pendapatan menurut
etnis (ethnodevelopment). Barangkali menarik untuk menelusuri ide dasar
masing-masing paradigma tersebut.
II. INDIKATOR HASIL-HASIL PEMBANGUNAN
Setiap tindakan pasti memiliki
dampak, begitupula dengan pembangunan. Pembangunan pasti menimbulkan dampak,
baik negative maupun positif.. Dalam melihat dampak-dampak tersebut diperlukan
suatu indicator. Indikator yang dibahas
dalam resume ini adalah indicator ekonomi dan indicator social
1. Indikator
Ekonomi
Dalam indicator ini,
digunakan atau dilihat dari sudut pandang GNP perkapita. Bank Dunia (1995)
mengklasifikasikan negara berdasarkan tingkatan GNP per kapitanya sebagai
berikut:
§ Negara
berpenghasilan menengah (low income economies): GNP perkapita > US$ 695 pada
tahun 1993
§ Negara
berpenghasilan menengah (middle-income economies) GNP per kapita > US$ 695
namun < US$ 626 pada tahum 1993
§ Negara
berpenghasilan tinggi (high-income economies): GNP per kapita US$ 8.626 atau
lebih pada tahun 1993
§ Dunia
meliputi semua negara di dunia, termasuk negara-negara yang datanya langka dan
dengan penduduk kurang dari 1 juta jiwa
2. Indikator
Sosial
Indikator ini muncul
sebagai suatu alternative dari indikator ekonomi, karena untuk suatu indicator
pembangunan, GNP per kapita (indicator ekonomi) sebagai ukuran tingkat
kesejahteraan mempunyai banyak kelemahan. Kelemahan yang dimaksud adalah tidak
memasukkan produksi yang tidak melalui pasar seperti dalam perekonomian
subsistem, jasa ibu rumah tangga, transaksi barang bekas, kerusakan lingkungan
dari masalah distribusi pendapatan.
Indicator social ini
mempunyai 2 (dua) cara untuk mengukur
tingkat kesejahteraan yang disebabkan oleh pembangunan, yaitu:
1. Indeks
Mutu Hidup (PQLI).
Merupakan indeks
komposit (gabungan) dari 3 indikator, yaitu: Harapan hidup pada usia satu
tahun, angka kematian, dan tingkat melek huruf.
2. Human
Development Indexs (HDI)
Seperti halnya dengan
Indeks Mutu Hidup yang mencoba meranking semua negara dalam skala 0 (tingkat
pembangunan manusia terendah) hingga 1 ( tingkat pembangunan manusia tertinggi)
berdasarkan atas 3 (tiga) tujuan atau produk pembangunan, yaitu: Usia panjang
yang diukur dengan tingkat harapan hidup, pengetahuan yang diukur dengan
rata-rata tertimbang dari jumlah orang dewasa yang dapat membaca dan tahun
sekolah, dan penghasilan yang diukur dengan pendapatan perkapita riil yang
telah disesuaikan menurut daya beli mata uang masing-masing negara dan asumsi
menurunnya utilitas marginal penghasilan dengan cepat.
HDI memberikan wawasan
yang lebih luas mengenai pembangunan (Todaro 1995;65):
Pertama, pembentukan HDI sebagian didorong oleh
strategi politik yang didesain untuk memfokuskan perhatian pada aspek
pembangunan kesehatan dan pendidikan.
Kedua, ketiga indicator
diatas merupakan indicator yang bagus namun bukan ideal.
Ketiga, nilai HDI suatu
negara mungkin membawa dampak yang kurang menguntungkan karena mengalihkan
fokus dari masalah ketidakmerataan dalam negara tersebut.
Keempat, alternative pendekatan yang memandang
rangking GNP per kapita, dan kemudian melengkapinya dengan indicator social
lain masih dihargai.
Kelima, harus selalu diingat bahwa
indeks ini merupakan indicator pembangunan yang relative, bukan absolute,
sehingga bila semua negara mengalami peningkatan pada tingkat tertimbang yang
sama, maka negara miskin tidak akan memperoleh penghargaan atas kemajuannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar